Al Farabi "The Second Perceptor"

Al Farabi (260-339 H/870-960 M) bernama asli Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tarkan. Karena dilahirkan di desa Farab, kawasan Transaxonia (Turkmenistan), ia dijuluki Al Farabi. Selama kurang lebih 80 tahun masa hidupnya, ia mengalami saat-saat kekacauan politik di pusat pemerintahan Abbasiyah di Baghdad ketika kekuasaan dipegang oleh para khalifah yang bergelimang harta, Ar-Radli, Al-Muttaqi dan terakhirAl-Muttafi.

Kala itu dunia Islam sedang dilanda kemelut kenegaraan yang gawat. Akibatnya, arus kemunduran juga menimpa dunia Ilmu Pengetahuan. Zaman penerjemahan karya-karya bcsar dunia yang dipelopori oleh Hunain bin Ishak (809-873 M) telah bcrlalu. Begitu pula masa keemasan generasi Al Kindi, pemuka filosof Arab, dan Ibnul Muqqafa (724-762M) sudah meredup. Bahkan Ikhwanus Shafa, saudara-saudara yang bersih, suatu perkumpulan rahasia para sarjana dan ahli filsafat Islam yang secara gigih mengembangkan ilmu pengetahuan, telah dibubarkan. Dalam suasana seperti itulah Al Farabi menjalankan masa kecilnya.

Pada tahun 910 M ketika usianya mencapai 40an, Al Farabi berangkat dari tanah kelahirannya menuju Baghdad. Sejak itulah perjalanan hidupnya bisa dilacak, terutama kekerasan hatinya untuk mengunjungi pusat kota tanpa sedikitpun memiliki kemampuan berbahasa Arab. Karena itu ia dengan tekun mempelajari ilmu nahwu & sastra Arab dari Abu Bakar Sarraj. Al Farabi menimba ilmu pada siapa saja tanpa pandang bulu. Misalnya, ia mempelajari ilmu filsafat dan logika kepada seorang sarjana penerjemah karya Aristoteles, Abu Bisyr Mattius bin Yunus, seorang nasrani. Sesudah 10 th. menghirup üdara ilmu pengetahuan di Baghdad, kehausannya akan ilmu filsafat masih belum terpuaskan. Maka pada tahun 1920 M ia bertolak ke Harran untuk meneruskan studinya pada seorang guru nasrani lainnya, Yuhanna bin Jilad. 20 tahun lamanya Al Farabi bermukim di Harran. Ia tidak hanya belajar, tetapi juga mcngarang dan mcngajar. Al Farabi menerjemahkan buku-buku Yunani terutama karangan Plato dan Aristoteles. Dan untuk itu dia tidak menemui kesulitan yang berarti karena ia telah menguasai 70 bahasa termasuk Arab, Persia, Turki dan Latin. Itulah sebabnya barangkali mengapa Ia mendapat gelar Mahaguru kedua (The Second Perceptor) sebagai pelanjut Mahaguru Pertama yang disandang Aristoteles. Ia juga menulis karangan-karangan tentang ilmu jiwa, metafisik & politik seraya memper-dalam telaahnya di bidang ilmu agama. Khususnya ilmu tassawuf, ia pelajari dari Abu Bakar Syibli & Manshur Al Hallaj. Sedangkan tentang ilmu adab ía mempelajari dari Al Muranabbi.

MASTER OF SAINS
Keterlibatan langsung Al Farabi dengan dunia politik terjadi ketika ia pindah ke Aleppo tahun 940 M. Di sana ia berjumpa dcngan salah satu pengagumnya, Saifuddaulah Al Hamdani, Gubernur Aleppo. Ia diangkat menjadi ulama istana selaku penasehat politik dan keagamaan.
Sejak itu Al Farabi hidup dalam dalam lingkungan istana yang serba mewah dengan gaji dan tunjangan yang besar sekali. Namun sebagai ilmuwan sejati ia tetap hidup sebagai warga bisa dengan segala kesahajaan. Sehari ia cuma membelanjakan 4 dirham yang untuk ukuran masa itu hanya cukup untuk hidup amat sederhana. Adapun sisa penghasilan masih banyak ia bagikan kepada kepada fakir miskin atau lembaga-lembaga keilmuan.

Ternyata bagi al Farabi yang ahli pikir itu, cara hidup kesufian yang dipelajarinya dari pendalaman ilmu tassawuf yang diajarkan Syibli dan Hallaj sangat membekas dan dijalaninya dengan tekun. Karena itu Saifuddaulah sangat menghargainya dan ia diberi fasilitas tidak terbatas sehingga Al Farabi dapat dengan tenang mengajar dan mengarang menghadiri majelis-majelis ilmu pengetahuan yang beranggotakan para sarjana, ulama, penyair dan pujangga. Yang mencengangkan, Al Farabi menguasai segala cabang ilmu pengetahuan.

Dan karya-karyanya dalam berbagai bidang dijadikan pedoman oleh para pakar di bidangnya masing-masing. Itu artinya Al Farabi tidak hanya mengenal ilmu-ilmu tersebut, melainkan mendalaminya secara tuntas. Lebih dari itu semua karyanya dijiwai oleh semangat ketauhidan sampai sainsnya dikatakan scbagai Saintific Teologi. Namun yang pasti sains Al Farabi dikuti oleh berbagai kalangan. Dari kalangan Kristen antara lain. Yahya bin Oday & Sijistaini. Dan lingkungan ilmuwan Islam tercatat nama Ibnu Sinna, Ibnu Rusyd, Ali bin Ridhwan, Abul Qasim Sari’i & Abdul Latif Baghdadi. Dari kalangan Yahudi terdapat nama Maimunides, Hilal bin Samuel, Issac Latif & Levy Garson.

Karya Al Farabi dituangkan dalam 60 karangan utuh, 17 komentar & 25 risalah. Masalah yang dibahas menyangkut macam-macam cabang ilmu. 14 buah ilmu politik, 43 buah tentang ilmu logika, 11 buah tentang ilmu musik. 10 buah membicarakan ilmu fisika meliputi kimia dan kedokteran. Sedangkan 11 buah mengungkapkan tentang rahasia-rahasia ketuhanan/teologi. Menurut Ensiklopedia Britanica keahliannya dalam bidang matematika, fisika, kedokteran, filsafat & tasawuf sama kuatnya dengan bidang ilmu budaya termasuk musik. Dalam hal ini penganutnya antara lain, Vincent of Beauvais (1190-1264 M), Jerome of Moravvia & Raymond Lull, sebagai mana tersirat dalam bukunya Specu1um Doctrinale (Bersambung).

0 komentar: